Wednesday, February 22, 2017

The University of Kitakyushu (Universitas Kitakyushu)



Gedung Fakultas Teknik Lingkungan

Ketika isu lingkungan menyeruak ke permukaan, The University of Kitakyushu segera mengaitkan sebagian besar kurikulum pendidikan dengan masalah lingkungan dan solusinya. Kini, kampus tersebut menjadi mitra pemerintah Prefektur Kitakyushu dalam membangun kota ramah lingkungan.

Padahal,pada masa awal berdirinya The University of Kitakyushu (UK) (1946-1981-),kampus yang sempat bernama University of Foreign Studies ini berfokus kepada ilmu-ilmu humaniora seperti sastra dan bahasa, hukum, serta ekonomi bisnis.

Sementara itu fakultas yang mempelajari tentang lingkungan, yakni Faculty of Environmental Engineering baru beridiri pada tahun 2000. Namun ilmu lingkungan di UK berkembang amat pesat. The University of Kitakyushu memberikan dukungan penuh terhadap proses penelitian di bidang urban environment. Dukungan ini meliputi dana penelitian, alat penelitian, bantuan seminar nasional dan internasional. UK tergabung dalam Kitakyushu Science and Research Park (KSRP) yang merupakan think tank pemerintah Kitakyushu dalam upaya menjadikan Kitakyushu sebagai kota ramah lingkungan.
Kitakyushu Science and Research Park


Teknik Lingkungan
Sejak UK mengembangkan ilmu lingkungan, jurusan Teknik Lingkungan dan Arsitektur menjadi jurusan favorit. Mahasiswa Indonesia yang kuliah di sini berjumlah 10 orang. Mayoritas mengambiljurusan Teknik Lingkungan dan Arsitektur. 

Selain mengembangkan ilmu dan penelitian di bidang lingkungan , UK juga memiliki jaringan luas terkait dengan pengembangan ilmu ini. Mereka bekerja sama dalam bidang urban research bersama, IGES (Institute for Global Environmental Strategies), JICA (Japan International Cooperative Agency), Asian Development Bank, serta Green Frontier.

Hasil Penelitian dan pengembangan dari kampus ini digunakan untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi oleh daerah di sekitarnya. Tentu, UK bekerja sama dengan masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan pemerintah daerah dalam mengabdikan ilmunya. Pada 2008, UK menempati urutan pertama dari 730 kampus di Jepang yang memberikan kontribusi bagi pengembangan komunitas di sekitarnya.

The University of Kitakyushu memiliki Environmental Leader Program di bawah  SUW (Sustainable Use of Water and Resources) dengan misi mencetak ahli lingkungan yang siap berkontribusi dengan negara asal mahasiswanya.


Mahasiswa Asing
Memasuki periode inovasi yang dimulai pada tahun 2002, kerja sama dengan kampus di luar Jepang makin ditingkatkan guna mewujudkan kampus bertaraf internasional. Setelah bermitra dengan kampus di Amerika Serikat , Inggris, Australia, Korea, dan Tiongkok, UK pun bekerja sama dengan Universitas di Tanah Air. UK memiliki beberapa kerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia seperti Universitas Bandar Lampung (UBL), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) serta beberapa kota di Indonesia.

Berkat kerja sama tersebut, The University of Kitakyushu, khususnya Departemen Arsitektur sudah beberapa kali melakukan program pertukaran pelajar yang biasa disebut The University of Kitakyushu - Student Exchange Research Program (UK-SERP). Saat ini, terdapat 7 mahasiswa Indonesia yang mengikuti program UK-SERP  tersebut yang berasal dari UBL, ITB, dan UPI. Mahasiswa yang mengikuti program tersebut memperoleh beasiswa yang difasilitasi oleh UK.

Meski jumlah mahasiswa Indonesia yang kuliah di kampus ini tidak banyak, namun mereka betah berada di lingkungan Universitas. UK memiliki lingkungan yang tenang, inetraksi dengan sensei (profesor) yang nyaman dan mendukung. UK telah memfasilitasi kegiatan ibadah dengan menyediakan ruang sholat. Juga perizinan yang mudah untuk mengadakan sholat Kumat disalah satu ruangan kampus.

mengenai biaya hidup di kota Kitakyushu, hampir sama dengan kota lain di Negeri Matahari Terbit. Besarnya pengeluaran tergantung dengan kebiasaan masing-masing mahasiswa. Jikauntuk makan sehari-hari masak sendiri, bisa lebih hemat. Tetapi kalau setiap makan harus ke resto maka pengeluaran pun menjadi lebih besar. 





Sumber:
Tabloid Hello Japan! edisi Juni 2016








Saturday, February 18, 2017

Lima Kampus Terbaik Di jepang 2016-2017

Jika Anda berniat menimba ilmu di Jepang, inilah daftar lima kampus terbaik di Negeri Matahari Terbit. Majalah pendidikan Time Higher Education (THE) yang berbasis di London, Inggris membuat rangking universitas berdasarkan 13 kriteria penilaian.Universitas Tokyo (Todai) masih menjadi yang terhebat.

 Di penghujung tahun 2016, THE mengeluarkan daftar perguruan tinggi terbaik di dunia untuk 2016-1017. Todai yang pada 2015 menjadi universitas terbaik se-Asia selama empat tahun, harus tergeser dan menempati peringkat tujuh. Kendati demikian, Todai masih terhebat di Jepang.

Ketigabelas penilaian itu dibagi ke dalam lima kategori yakni: lingkungan belajar (30% dari total penilaian), penelitian yang terdiri atas banyaknya riset, pendapatan, dan reputasi riset (30%), pengaruh penelitian (30%), inovasi (2,5), serta wawasan internasional dari staf pengajar, mahasiswa,dan peneliti (7,5%).

Lingkungan belajar meliputi hasil penelitian kampus pada 2015, rasio dosen dan jumlah mahasiswa, perbandingan dosen yang bergelar doktor, master, dan sarjana, serta penghargaan akademik yang diterima staf pengajar. Sedangkan kategori penelitian terdiri atas reputasi hasil penelitian, jumlah dosen yang melalukan penelitian, pendapatan yang diperoleh kampus dari penelitian tersebut, dan banyaknya penelitian yang dimuat di jurnal ilmiah internasional.

Kategori pengaruh penelitian dilihat dari seberapa besar pengetahuan dan ide baru dari kampus tersbeut dipakai atau dikutipoleh pihak lain. Kategori wawasan internasional dilihat dari perbandingan mahasiswa lokal dan asing, rasio dosen lokal dan asing, serta banyaknya hasil penelitian yang dimuat di jurnal internasional. Inovasi adalah bagaimana kampus bisa membantu perusahaan untuk menemukan hal-hal baru serta mengimplementasikan hasil penelitian untuk industri.

Kelima kampus paling baik di Jepang ini adalah sebagai berikut:

1.  Universitas Tokyo (Todai)

Todai berdiri pada 1877, gabungan dari Tokyo Kaisei School dan Tokyo Medical School. Awalnya hanya mempunyai empat fakultas yakni hukum, sains, sastra, dan kedokteran. Fakultas kedokteran berada di Hongo , sedangkan fakultas lainnya menempati area Kanda.

Kini, Todai memiliki mahasiswa 26.080 orang, tersebar di 10 fakultas, 15 sekolah pascasarjana, 11 lembaga penelitian (termasuk Research Center for Advanced Science and Technology), 13 pusat studi, tiga perpustakaan afiliasi dan dua lembaga studi mutakhir. Salah satu fasilitas yang amat tersohor adalah Rumah Sakit Tokyo.

rumah sakit universitas Tokyo merupakan salah satu fasilitas kesehatan yang terkenal di Jepang
Rasio (perbandingan) antara dosen dan mahasiswa adalah 1:7. Jumlah mahasiswa asing yang belajar di sini sekitar 10% dari total mahasiswa. Lokasi kampus terletak di tiga tempat yakni Hongo, Komaba, dan Kashiwa.


2. Universitas Kyoto

Dibanding 2015, peringkat universitas Kyoto di Asia merosot dua tingkat, dari urutan sembilan menjadi 11. Namun, di Jepang, kampus ini masih yang terbaik, setelah Todai. Kampus tertua kedua di Negeri Sakura ini berdiri pada 1897 di Pulau Honshu. Pada awalnya hanya terdiri dari fakultas hukum, kedokteran, sastra, sains, dak teknik. Dua tahun kemudian mendirikan rimah sakit dan perpustakaan. Menyusul berdiri fakultas ekonomi, pertanian, dan humaniora

perpustakaan universitas Kyoto
Saat ini universitas Kyoto mempunyai 10 fakultas, 18 sekolah pascasarjana dan 14 lembaga penelitian. Jumlah mahasiswa mencapai 22.547 orang, dengan rasio dosen mahasiswa 1:5,5. Mahasiswa asing yang kuliah di sini sekitar 7% dari total mahasiswa. Kampus berada di tiga lokasi yakni Yoshida (kampus utama), Uji dan Katsura.


3. Universitas Tohoku
Di Asia, peringkat Universitas Tohoku turun dari peringkat 19 (2015) menjadi 23 (2016). Tetapi di Jepang, universitas ini berhasil menempati peringkat ketiga dari sebelumnya di urutan lima, menggeser Institut teknologi Tokyo dan Universitas Osaka. Universitas Tohoku adalah kampus tertua ketiga di Jepang yang berdiri pada 1907 di Sendai. Universitas yang memiliki filosofi 'pintu terbuka' ini adalah kampus yang pertama menerima mahasiswa perempuan (1913) dan mahasiswa asing.

museum universitas Tohoku
Saat ini universitas tersebut mempunyai 10 fakultas, 17 sekolah pascasarjana, 3 sekolah profesional, dan 7 lembaga penelitian. Total mahasiswa berjumlah 17.885 (Mei 2016) dengan mahasiswa asing sebanyak 1.944 (termasuk mahasiswa program studi diploma). perbandingan staf pengajar dan mahasiswa 1:5,4. Kampus berlokasi di Sendai, prefektur Miyagi. Tersebar di lima lokasi yakni Katahira, Aobayama, Kawauchi, Seiryo, dan Amamiya.


4. Institut Teknologi Tokyo (ITT)

Pada 2015, ITT terbaik ketiga di Jepang. Kini, mereka menempati peringkat empat, di bawah Universitas Tohoku. Di tingkat Asia, sebelumnya berada di urutan 15, turun ke peringkat 24. Kampus ini berdiri pada 1929, namun sejarah berdirinya sudah dimulai sejak 1881 dengan nama Sekolah Kejuruan Tokyo. Kampus ini berkembang pesat di era 1923-1945 saat di mana mereka membangun berbacai macam laboratorium untuk menciptakan tenaga teknik andalan. Saat perekonomian tumbuh pesat mulai 1960-an, ITT menjadi penyedia tenaga ahli dan peneliti di bidang teknik.

bangunan perpustakaan institut teknologi Tokyo

Saat ini, ITT memiliki enam sekolah tinggi yang terdiri dari 19 jurusan, empat laboratorium, dua pusat penelitian serta 10 unit penelitian. Jumlah mahasiswa mencapai 9.587 orang, 13% diantaranya mahasiswa asing. Perbandingan jumlah staf pengajar dan mahasiswa 1:7,4. Kampus ini cocok untuk Anda yang ingin mempelajari ilmu teknik.


5. Universitas Osaka

tahun lalu, Universitas Osaka menempati kampus terbaik keempat. Kini turun satu peringkat. Di tingkat Asia, dari urutan 18 menjadi 30. Secara resmi, Universitas Osaka berdiri pada 1931. Namun, kampus ini memiliki sejarah panjang sejak 1838 saat Ogata Koan, lulusan sekolah Kedokteran Barat, mendirikan sekolah dan klinik kesehatan bernama Tekijuku. Setelah perang dunia II, kampus ini berkembang pesat.
gedung fakultas perhotelan universitas Osaka
Kini memiliki 11 fakultas, 16 sekolah pascasarjana (termasuk Internasional Public Policy and Frontier Biosciences), lima lembaga penelitian, dua rumah sakit serta tiga lembaga riset yang digunakan secara nasional seperti Research Center for Nuclear Physics dan Cybermedia Center. Kampus tersebar di empat lokasi yakni Suita, Toyonaka, Minoh, dan Nakanoshima. Jumlah mahasiswa mencapai 23.087 orang, 9% diantaranya mahasiswa asing. Beberapa orang penting belajar di kampus ini, seperti orang Jepang peraih nobel fisika pertama Yukawa Hideki, penemu baterai lithium Yoshino Akira, dan pendiri Sony Morita Akio.






Sumber:
Tabloid Hello Japan!




Wednesday, February 15, 2017

DONGENG JEPANG: Dongeng Tentang Pangeran Yamato Takei



Pusaka Kerajaan Besar Jepang terdiri atas tiga benda yang dianggap keramat, dan dijaga ketat dari sejak jaman dulu kala. Yang dimaksud adalah Yatano-no-Kagami atau cermin Yata, Yasakami-no-Magatama atau Permata Yasakami, dan Murakumo-no-Tsurugi atau Pedang Murakumo.

Dari ketiga pusaka milik Kaisar, pedang Murakumo, yang selanjutnya dikenal dengan sebutan Kusanagi-no-Tsurugi, atau pedang pembabat rumput, dianggap yang paling berharga dan paling dihormati, karena dianggap sebagai simbol kekuatan bangsa ini terutama kekuatan para ksatrianya serta sebagai azimat Kaisar yang tak ada tandingannya, yang dikeramatkan di kuil leluhurnya.

Hampir dua ribu tahun yang lalu, pedang itu telah disimpan di kuil Ise, kuil yang dibangun untuk menghormati Amaterasu, Dewa Matahari yang agung dan cantik, yang dianggap oleh orang Jepang sebagai leluhur para kaisar Jepang.

Ada dongeng tentang kepahlawanan dan keberanian yang menjelaskan mengapa nama pedang itu kemudian diganti dari Pedang Murakumo menjadi Pedang Kusanagi, yang artinya pedang pembabat rumput.

Di suatu saat,jaman dulu kala, lahirlah seorang anak laki-laki dari kaisar Keiko, turunan kaisar ke dua belas dari Jimmu yang agung, pendiri dinasti bangsawan Jepang. Pangeran ini adalah anak laki-laki kedua dari Kaisar Keiko,dan diberi nama Yamato. Sejak masa kanak-kanaknya, dia diketahui memiliki kekuatan yang luar biasa besarnya,juga sangat bijaksana dan gagah berani, dan sang ayah memperhatikannya dengan bangga kalau anaknya ini kelak akan melakukan hal-hal hebat dalam hidupnya, dan dia mencintai putra keduanya ini lebih dari putra sulungnya.

 Saat Pangeran Yamato tumbuh dewasa (di jaman kuno dalam sejarah budaya masyarakat Jepang, seorang anak laki-laki dianggap sudah mencapai masa kedewasaan saat usianya mencapai awal enam belas tahun) dunia saat itu dikacaukan oleh ulah pemberontak dengan pimpinannya adalah dua kakak-beradik, Kumaso dan Takeru, kelompok pemberontak ini kelihatannya memang senang melawan sang raja. Mereka melanggar hukum dan menentang wewenang raja.

Pada akhirnya Raja Keiko memerintahkan anak bungsunya Pangeran Yamato untuk menangkap gerombolan perampok itu, dan jika mungkin, membersihkan negeri itu dari ulah jahat mereka. Pangeran Yamato baru berumur enam belas tahun, tetapi dia dianggap telah mencapai usia dewasa menurut undang-undang. Tetapi meskipun usianya yang masih belia itu, sang pangeran memiliki semangat keberanian yang dimiliki ksatria yang lebih dewasa, dan tak mengenal takut. Di saat itu bahkan tak ada seorang pun yang berani menandinginya atas keberaniannya, yang kemudian menerima titah ayahandanya dengan gembira.

Dia langsung bersiap-siap untuk berangkat, dan banyak orang yang berkumpul di halaman istana ketika sang pangeran dan pengikut setianya sibuk menyiapkan diri untuk ekspedisi itu. Mereka menyemir baju perang mereka dan melengkapinya. Sebelum sang pangeran meninggalkan istana ayahnya, pangeran pergi untuk berdoa di kuil Ise dan untuk berpamitan pada bibinya Putri Yamato, karena hati kecilnya menyadari betapa besar mara bahaya yang menghadangnya kelak, dan dia merasa memerlukan perlindungan dari leluhurnya, Amaterasu, Dewi Matahari. Bibinya itu keluar menyambutnya dengan gembira, dan memberikan ucapan selamat padanya karena mendapat kepercayaan melakukan misi yang begitu besar atas titah ayahandanya sang raja. Dia lalu memberikan pada sang pangeran salah satu gaunnya yang paling indah untuk dibawa serta sang pangeran, juga agar membawa nasib beruntung bagi sang pangeran, sambil berkata bahwa gaun itu akan berguna nantinya dalam perjalanannya itu. Sang putri lalu juga mendoakan keberhasilan sang pangeran atas misinya itu, lalu mengucapkan selamat berpisah.

Sang pangeran muda lalu membungkuk hormat di hadapan bibinya, dan menerima pemberian yang murah hati darinya itu dengan senang hati dan membungkuk hormat berkali-kali,

"Hamba berangkat sekarang," kata sang pangeran, lalu kembali ke istana dan memposisikan dirinya di depan pasukannya. Setelah mendapat restu dari bibinya, pangeran merasa mantap menghadapi apapun yang akan terjadi, lalu berbaris melintasi negeri dia mengarah menuju Pulau Selatan Kyusyu, markas para bandit itu.

Setelah beberapa hari berlalu akhirnya sang pangeran sampai di Pulau Selatan , lalu perlahan namun pasti mengarah menuju markas pimpinan gerombolan itu Kumaso dan Takeru. Dia kini menghadapi tantangan besar karena disadarinya daratan di sana ternyata luar biasa liar dan berat. Gunung-gunungnya tinggi-tinggi dan terjal, lembahnya gelap dan dalam, serta pohon-pohon besar dan tumpukan batuan menghalangi jalan dan menghentikan laju pasukannya. Mustahil untuk terus maju.

Meskipun sang pangeran masih belia usianya, tetapi sang pangeran memiliki kebijaksanaan yang melebihi usianya. dan ketika dilihatnya sia-sia belaka mencoba membawa pasukannya maju, maka dia berkata pada dirinya sendiri:

"Mencoba berperang di daratan yang bahkan tak bisa kulewati ini serta tak dikenal baik oleh pasukanku, hanya membuat misi ini semakin sulit. Kita tak bisa membersihkan jalan dari rintangan dan juga tak bisa bertempur. Akan lebih bijaksana kalau kugunakan saja tipu daya, dan mencoba mendekati musuhku tanpa ketahuan. Dengan cara itu aku mungkin bisa membunuh mereka tanpa perlu bersusah payah.

Oleh karena itu kemudian diperintahkan pasukannya untuk berhenti. Istrinya, Putri Ototachibana, ikut mendampinginya, lalu dimintanya istrinya itu untuk membawakan padanya gaun yang diberikan bibinya sang pendeta dari kuil Ise, dan meminta istrinya untuk membantunya berdandan menyaru sebagai perempuan. Dengan dibantu sang istri, dikenakanlah gaun itu, dan dibiarkan rambutnya tergerai sampai ke bahunya. Ototachibana lalu membawa sisir miliknya, yang kemudian diselipkannya di rambut ikal hitam suaminya itu, yang kemudian mendandani dirinya dengan untaian permata unik seperti yang bisa dilihat di gambar. Ketika sang pangeran selesai berdandan dalam tampilan yang unik itu, Ototachibana lalu membawakan cermin miliknya. Sang pangeran tersenyum puassaat dilihat pantulan bayangan dirinya di cermin. Penyamaran itu kelihatannya sempurna sekali.

Dia bahkan hampir-hampir tak mengenali dirinya sendiri, dia kini tampak begitu berbeda sekali. semua jejak sosok ksatrianya kini lenyap, dan di cermin yang mengkilat itu kini hanya tampak bayangan sosok wanita cantik yang melihat balik pada dirinya.

Setelah selesai semua persiapan menyarunya itu, pangeran lalu berangkat menuju kamp musuh sendirian. Di balik lipatan gaun suteranya, di sebelah jantungnya yang berdetak kuat itu, tersembunyi sebuah belati tajam.


Kedua pemimpn perampok yaitu Kumaso dan Takeru sedang duduk-duduk di tendanya, beristirahat menikmati sejuknya malam, ketika sang pangeran muncul. Mereka tengah membicarakan kabar yang baru-baru ini smapai ke telinga mereka, bahwa anak raja kini tengah memasuki negara mereka membawa pasukan besar bertekad memusnahkan gerombolan mereka. Mereka pun mendengar mengenai ketenaran ksatria muda itu, dan kini untuk pertama kali dalam hidupnya mereka merasa takut. Di tengah-tengah jeda pembicaraan mereka itu, mereka tak sengaja menengadah, dan saat itu mereka melihat lewat pintu tenda seorang wanita cantik memakai gaun yang mewah mendatangi mereka. Bagaikan dewi kecantikan, pangeran muncul di tengah-tengah redupnya sinar bintang-bintang. Sama sekali tak terlintas dalam benak mereka kalau itu adalah musuhnya yang datang menghampiri, yang begitu mereka takuti itu, dan yang berdiri di hadapan mereka dalam samaran wujud wanita.

"Perepuan yang cantik sekali! Dari mana datangnya?" kata Kumaso yang terkagum-kagum, lupa seketika akan perang dan segalanya saat dia memandang si penyusup yang anggun itu.

Dia memberi isyarat masuk pada sang pangeran, lalu menawarkan untuk duduk dan melayaninya dengan suguhan sake. Yamato  merasakan jantungnya berdebar-debar keras saking gembiranya karena kini dia menyadari kalau rencanya akan berhasil. Tetapi dia menyembunyikan perasaannya itu, da memasang raut wajah manis dan malu-malu saat dia mendekati pimpinan pengacau itu dengan langkah pelan-pelan dan tatapan menunduk layaknya seekor rusa yang ketakutan. Terpesona serta teralihkan perhatiannya pada kecantikan sang gadis, Kumaso meminum sakenya terus menerus karena begitu gandrungnya memandangi sang gadis menuangkan sake untuknya, sampai akhirnya Kumaso menjadi cukup kewalahan karena banyaknya sake yang telah diminumnya.

Inilah saat yang tepat yang ditunggu-tunggu pangeran yang gagah berani itu. Membuang botol sake di tangannya, direnggutnya orang yang sempoyongan itu lalu mengagetkan Kumaso dan cepat-cepat menusuknya sampai mati dengan belati yang dibawanya diam-diam dibawanya tersembunyi di dadanya.

Takeru, saudara si perampok, kaget setegah mati begitu dilihatnya apa yang barusan terjadi dan mencoba melarikan diri, tetapi pangeran Yamato lebih sigap darinya. Sebelum bahkan dia sempat meraih pintu tenda, sang pangeran telah lebih dulu merenggut kakinya, baju Takeru tertahan oleh tangan kuat si pangeran, dan sabetan belati melayang di depan matanya, lalu dia pun terkulai ke tanah setelah tertusuk belati itu, sekarat tetapi belum mati.

"Tunggu dulu!" terbata-bata si perampok berusaha berbicara sambil menahan sakit, lalu dipegangnya tangan si pangeran.

Yamato melonggarkan pegangan tangan itu, lalu berkata.

"Mengapa aku harus berhenti, kau penjahat?"

Si perampok menegakkan dirinya ketakutan dan berkata:

"Katakan padaku kau ini datangnya dari mana, dan berhadapan dengan siapakah aku ini sekarang? Karena aku percaya, kakakku yang sudah mati dan aku sendiri adalah orang-orang yang paling kuat di negeri ini, dan tak ada seorang pun yang bisa mengalahkan kami. Sendirian kau telah menembus pertahanan kami, sendirian kau telah menyerang dan membunuh kami! Pasti kau ini bukan manusia biasa?"

Kemudian si pangeran muda menjawab sambil menyungging senyum bangga, "Akulah putera raja, dan namaku Yamato, dan aku dikirim oleh ayahku  sebagai roh pembalas untuk membunuh semua penjahat! Sekarang tak ada lagi  perampokan ataupun pembunuhan yang menteror rakyatku lagi!" lalu diangkatnya belati yang meneteskan darah itu di atas kepala sang penjahat.

"Oh....," orang yang sekarat itu masih berkata-kata lagi dengan susah payah, "Aku sudah sering mendengar cerita tentang dirimu. Kau benar-benar orang yang sangat kuat yang begitu mudahnya bisa mengalahkan kami. Ijinkan aku memberimu nama baru. Sejak saat ini kau akan dikenal dengan sebutan Yamato Take. Gelar kami yang kini kuwariskan padamu sebagai orang yang paling kuat di Yamato."

Setelah mengucapkan kata-kata tadi, Takeru jatuh dan mati.

Sang pangeran dengan demikian telah berhasil menghabisi musuh-musuh ayahnya di negerinya, dan kini bersiap-siap kembali ke ibu kota. Dalam perjalanan pulang, dia melewati provinsi Idum. Di sana dia bertemu penjahat lainnya bernama Idzumo Takeru yang diketahuinya telah banyak membuat kerusuhan di negeri itu. Sang pangeran terpaksa melakukan tipu muslihatnya lagi, dan berpura-pura berteman dengan si penjahat memakai nama palsu. Selama penyaruan itu, dia lalu membuat sebuah pedang kayu dan diikatnya kencang-kencang pada sabuk tempatnya menggantung pedangnya sendiri yang sangat kuat itu. Pedang kayu itu sengaja dibawa-bawanya, menunggu kesempatan baik saat ditemuinya Takeru si perampok ketiga.

Dia kemudian mengundang Takeru ke tepi sungai Hinokawa, dan membujuknya untuk mencoba berenang bersamanya di air sungai yang segar dan sejuk itu.

Karena saat itu hari yang terik di musim panas, si penjahat itu tak segan-segan menerima tawaran menceburkan diri ke sungai. Sementara musuhnya masih berenang menyusuri arus sungai, sang pangeran dengan cekatan berenang kembali dan sampai ke darat tergesa-gesa. Tanpa diketahui, dia berhasil menukar pedang, meletakkan pedang kayunya lalu menukar pedang besi tajam milik Takeru.

Tak mengetahui sama sekali soal pedangnya yang telah ditukar itu, si penjahat tak lama kemudian naik ke darat. Begitu dia naik ke darat dan memakai bajunya, sang pangeran mendekatinya dan memintanya berlatih main pedang bersamanya untuk mengasah keterampilannya, sambil berkata:

"Mari kita buktikan di antara kita berdua siapakah ahli pedang yang paling jago!"

Si penjahat itu menyetujui usul itu dengan senang, sudah merasa dirinya pasti menang, karena dia dikenal sebagai ahli pedang di provinsinya dan dia tak mengetahui siapa lawan yang dihadapinya itu kini. Cepat-cepat diambil pedangnya yang dikiranya adalah pedang aslinya, lalu berdir berjaga-jaga untuk mempertahankan diri. Sayangnya, pedang yang kini dipegangnya hanyalah pedang kayu milikpangeran muda dan dengan tak berdaya Takeru mencoba mencabut pedang kayu itu dari sarung pedangnya - pedang kayu itu terganjal tak bisa tercabut keluar dengan cepat, bahkan dengan segala kekuatannya dia tak bisa menggerakkannya sama sekali. Bahkan jika usahanya itu berhasil sekalipun, pedang itu sama sekali tak berguna karena terbuat dari kayu. Yamato Take menyadari kalau musuhnyakini sudah tak berdaya, lalu mengayun tinggi-tinggi pedangnya yang diambil dari Takeru tadi, lalu menurunkan pedang itu sekuat tenaganya dan memenggal putus kepala si perampok.

Dengan cara itulah kadang-kadang diguakan akalnya dan kadang-kadang kekuatan tubuhnya, dan di lain waktu mempraktekkan keahliannya, yang sangat dikagumi di jaman itu yang kalau di jaman sekarang mungkin dianggap rendah, ditaklukkannya semua musuh raja satu-persatu, dan berhasil membawa perdamaian dan ketenangan di negeri itu dan rakyatnya.

Ketika sang pangeran kembali ke ibu kota, raja memujinya atas semua sepak terjangnya yang gagah berani itu, lalu mengadakan pesta di istana sebagai penghormatan atas kembalinya sang putra dengan selamat dan menghadiahinya dengan banyak sekali hadiah-hadiah istimewa. Sejak saat itu sampai di kemudian hari, raja semakin menyayanginya lebih dari sebelumnya dan tak membiarkan Yamato Take beranjak dari sisinya, karena katanya kini putranya itu sangat berharga seolah-olah dia itu adalah salah satu dari tangan miliknya sendiri.

Tetapi pangeran tak bisa hidup diam berlama-lama. Saat sang pangeran berusia tiga puluh tahun, tersiar kabar kalau bangsa Ainu, penduduk asli kepulauan Jepang, yang dulu pernah ditaklukkan dan diusir menyingkir sampaike utara oleh orang-orang Jepang, sudah memberontak di provinsi-provinsi bagian timur, meninggalkan daerah yang diberikan untuk mereka tinggali yang kemudian menjadi penyebab timbulnya kekacauan di negeri itu. Raja memutuskan bahwa saat itu harus dikirim pasukan untuk berperang melawan mereka dan membuat mereka takluk. Tetapi siapa yang akan memimpin pasukannya?

Pangeran Yamato Take langsung menawarkan diri untuk pergi dan membuat kelompok pemberontak yang baru itu menyerah. Tetapi karena raja sangat menyayangi pangeran, dan tak sanggup melihatnya jauh dari sisinya bahkan untuk satu haripun, dia tentu saja sangat sungkan  melepaskannya pergi melakukan ekspedisiyang berbahay itu. Tetapi dipasukannya, tak ada ksatria yang sekuat ataupun seberani seperti sang pangeran putranya itu. Maka Yang Mulia Kaisar, yang tak bisa berbuat lain, dengan berat hati menyetujui keinginan Yamato.

Ketika tiba saat bagi sang pangeran untuk berangkat, raja memberikan padanya sebuah tombak bernama Tombak-Panjang-Bertangan-Delapan dari Pohon Suci (gagang tombak itu mungkin dibuat dari kayu pohon suci itu), lalu mentitahkan putranya untuk segera berangkat membasmi kaum Barbar dari Timur, sebagaimana orang-iorang Ainu  kemudian disebutnya saat itu.

Tombak-Panjang-Bertangan-Delapan dari Pohon Suci di kala itu, sangat dihormati oleh kalangan ksatria hampir sama seperti layaknya sebuah umbul-umbul pasukan dihormati oleh resimen tentara di jaman sekarang ini, ketika diberikan oleh raja kepada tentaranya saat-saat menjelang keberangkatan menuju medan perang.

Sang pangeran dengan penuh hormat dan takzim menerima tombak dari raja, lalu berangkat meninggalkan ibu kota, berbaris bersama pasukannya menuju daerah Timur. Dalam perjalanan, dia pertama-tama mengunjungi semua kuil Ise untuk melakukan penghormatan, dan bibinya Putri Yamato beserta pendeta Agung keluar menyambutnya. Sang putri adalah orang yang memberikan padanya gaun yang terbukti berguna membantunya mengalahkan dan membantai para bandit dari daerah barat.

Diceritakan pada bibinya semua yang telah dialaminya, dan sebagian besar berkat andil lindungan dan doa sang bibi itu yang membuatnya meraih keberhasilan selama ini, lalu mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada bibnya itu. Ketika sang bibi mengetahui kalau sang pangeran tengah dalam perjalanan sekali lagi untuk berperang melawan musuh-musuh ayahnya, dia lalu masuk ke dalam kuil, dan muncul membawa sebuah pedang dan sebuah tas cantik yang telah dibuatnya sendiri, yang isisnya dipenuhi pemantik api, yang di jaman dulu dipakai orang untuk menyalakan api sebelum orang memakai korek api. Tas itu dia hadiahkan pada pangeran sebagai hadiah perpisahan.

Pedang yang dibawanya adalah pedang Murakumo, salah satu dari tiga pusaka kerajaan yang disucikan yang menjadi pusaka kramat dari istana Kekaisaran Jepang. Tak ada azimat lain yang lebih manjur membawa keberuntungan dan keberhasilan selain yang kini diberikan bibinya itu pada sang kemenakan, lalu dikatakan pada sang pangeran untuk menggunakannya hanya di saat-saat yang paling genting.

Yamato take lalu mengucapkan salam perpisahan pada bibinya, kemudian memposisikan diri di depan pasukannya, berbaris menuju daerah timur yang paling jauh melewati provinsi Owari, lalu sampai di provinsi Suruga. Di sana gubernur setempat menyambut kedatangan sang pangeran dengan suka cita dan menyuguhkan hiburan pesta-pesta kebesaran kerajaan. Ketika acara esta-pesta itu usai, sang gubernur menceritakan kepada tamunya kalau propinsinya itu terkenal dengan daging rusanya yang enak, lalu mengusulkan untuk berburu rusa sebagai acara rekreasi buat sang pangeran. Sang pangeran sungguh-sungguh tertipu oleh keramah-tamahan tuan rumahnya itu , yang semuanya hanya pura-pura belaka, dan dengan senag hati setuju untuk ikut bergabung dalam acara perburuan itu.

Si gubernur lalu menhajak pangeran menuju ke sebuah padang yang luas dan masih liar dimana di sana banyak sekali ditumbuhi rerumputan tinggi-tinggi. Sama sekali tak mengetahui kalausi gubernur telah memasang perangkap untuknya agar bisa membunuhnya, sang pangerang mulai berkuda kencang sekali dan berhasil menangkap seekor rusa. Tetapi saat itu pangerang dikejutkan oleh semburan api dan gumpalan asap yang membara di sesemakan di depannya. Menyadari bahay yang dihadapinya, sang pangeran mencoba mundur, tetapi baru beberapa langkah mengarahkan kudanya ke arah yang berlawanan, padang rumput di sana itupun sudah dilalap api. Di saat yang bersamaan padang rumput di kiri dan kanannya juga ikut terbakar, dan apinya mulai menyebar cepat mengurungnya dari segala penjuru.Dilihatnya berkeliling untuk mencari celah buat meloloskan diri. Tetapi tak ada jalan keluar. Sang pangeran terkepung api.

"Acara perburuan rusa ini rupanya hanya tipu muslihat musuh!" ujar sang pangeran, memandang berkeliling melihat api dan asap yang gemerutuk dan bergulung-gulung ke arahnya dari segala sisi. "Betapa bodohnya aku bisa terbujuk masuk perangkap ini layaknya binatang buas!" giginya gemerutuk saking geramnya membayangkan senyum culas si gubernur.

Dalam situasi berbahay seperti itu, sang pangeran sama sekali tidak gugup. Di saat-saat terjepit seperti itu diingatnya pemberian dari bibinya yang diberikan padanya saat mereka berpisah, dan baginya saat-saat itu kini sebagaimana yang dibayangkan bibinya itu bisa digolongkan sebagai saat genting. Dengan tenang lalu dibukanya tas berisi pemantik api yang diberikan bibinya padanya itu, lalu menyulut api di rumput di dekatnya. Kemudian sambil mencabut pedang Murakumo dari sarungnya, sang pangeran mulai membabati rumput yang mengelilinginya dengan cepat sekali. Dia sudah bertekad untuk mati, jika itu yang akan terjadi, dalam keadaan berjuang mempertahankan hidupnya dan bukannya berdiam diri saja menunggu kematian datang menjemputnya.

Anehnya, angin mulai berubah arah tiupannya dan bertiup dari arah yang berlawanan, dan sesemakan yang membara yang tadi mengancam nyawanya kini berhembus menjauhinya, dan sang pangeran, bahkan tanpa mengalami lecet sedikitpun pada tubuhnya atau satu helai dari rambutnya yang terbakar, tetatp hidup untuk bisa menceritakan upayanya meloloskan diri yang seperti mukzizat itu. Sementara angin yang berubah arah tadi menerkam si gubernur, dan si gubernur mati terbakar dalam kobaran api yang dipasangnya sendiri untuk membunuh Yamato Take.


Pangeran Yamato Take menggambarkan upayanya untuk meloloskan diri itu seluruhnya berkat pedang Murakumo, dan berkat perlindungan Amaterasu, dewi Matahari dari Ise, yang telah mengendalkan angin dan semua unsur-unsur alam serta melindungi keselamatan siapapun saja yang berdoa kepadanya di saat-saat menghadapi bahaya. Diangkatnya pedang berharga itu tinggi sampai di atas kepalanya berkali-kali sebagai tanda rasa hormatnya yang kuasa, dan saat itu diberi namanya pedang itu menjadi Kusanagi-no-Tsurugi atau Pedang Pembabat Rumput, dan tempat di mana dia menyulut api ke rumput di sekelilingnya  dan berhasil lolos dari kematian di padang rumput yang terbakar itu, dinamakannya Yaidzu. Sampai hari ini, ada sebuah tempat di sepanjang rel kereta Tokaido yang disebut Yaidzu, yang menurut orang itu adalah tempat persis di mana kejadian menegangkan itu terjadi.

Maka si gagah berani pangeran Yamato Take pun berhasil meloloskan diri dari jebakan yang dipasang oleh musuhnya. Dia banyak akal dan sangat pemberani, dan pada akhirnya berhasil menaklukkan dan menghabisi semua lawan-lawannya. Meninggalkan Yaidzu, sang pangeran memimpin pasukannya menuju timur, lalu sampai ke pantai di Idzu di mana dari sana pangeran bermaksud menyeberang Kadzusa.

Dalam menghadapi bahaya dan petualangannya, sang pangeran selalu didampingi istrinya yang setia dan mencintainya, Putri Ototachibana. Untuk keperluan itu sang putri rela menjalani  lelahnya perjalanan panjang serta bahaya peperangan, dan rasa cintanya padaa suaminya sang ksatria gagah berani itu sangatlah besar dan sang putri merasa segala pengorbanannya terbayarkan saat dia bisa menyerahkan pedang kepada suaminya itu saat hendak berangkat berperang, dan memenuhi segala kebutuhannya saat sang pangeran kembali dalam keadaan lelah ke kampnya.

tetapi hati sang pangeran dipenuhi semangat berperang dan penaklukan sehingga dia tak begitu memperhatikan putri Ototachibana. Karena lama ikut berkelana, dan juga karena sikap dingin sang pangeran padanya, kecantikannya mulai memudar, dan kulitnya yang seputih gading mulai nampak kecoklatan karena terbakar teriknya matahari, dan sang pangeran mengatakan padanya di suatu hari kalau kedudukannya di istana adalah di balik pintu di rumah, dan bukan bersamanya di medan peperangan. Tetapi meskipun menghadapi penolakan dan sindiran dari suaminya itu, putri Ototachibana tak bisa menemukan alasan mengapa dia harus meninggalkan suaminya. Tetapi akan jauh lebih baik baginya untuk melakukannya, karena dalam perjalanan menuju Idzu, ketika mereka sampai di Owari, hatinya betul-betul terluka.


Di sini tinggal di istana yang dinaungi pohon-pohon pinus dan dikelilingi pagar-pagar tinggi, putri Miyadzu, cantik seperti mekarnya bunga sakura di tengah-tengah menyingsingnya fajar di musim semi. Gaunnya molek dan cemerlang, dan kulitnya seputih salju, karena sang putri tak pernah mengalami susah payahnya kehidupan di tengah medan peperangan ataupun berjalan di bawah teriknya sinar matahari di musim panas. Dan sang pangeran merasa malu pada istrinya yang kini kulitnya berwarna kecokelatan dan yang memakai gaun berkelananya yang lusuh itu, dan memintanya tetap berjalan di belakang saat sang pangeran datang mengunjungi putri Miyadzu. Setiap haripangeran menghabiskan waktu berjam-jam di taman dan di istana milik kekasih barunya itu, hanya memikirkan kesenangan pribadi, dan tak mempedulikan istrinya yang malang yang tetap tinggal di tenda  sambil menitikkan air mata memikirkan kemalangan yang menimpa hidupnya. Tetapi dia tetap menjadi istri yang setia, dan pribadinya yang sangat penyabar itu tak membiarkan satu pun kata-kata amarah keluar dari bibirnya, atau menampakkan wajah cemberut karena kesedihan yang dirasakannya, dan dia selalu menyunggingkan senyum untuk menyambut suaminya pulang atau mengikuti di belakangnya kemanapun sang suami pergi.

Akhirnya tibalah saatnya bagi sang pangeran untuk berangkat menuju Idzu dan menyeberangi laut menuju Kadzusa , dan sang pangeran meminta istrinya ikut dalam iring-iringan sebagai pelayan sementara dia sendiri pergi menghadiri pesta perpisahan meriah untuk putri Miyadzu. Sang putri keluar menyambutnya memakai gaun yang sangat indah, dan dia tampak jauh lebih cantik dari sebelumnya. Dan ketika pangeran Yamato Take melihatnya, dia lupa pada istrinya, tugasnya, dan segalanya kecuali kegembiraan hatinya saat itu, dan berjanji akan segera kembali ke Owari dan menikahinya saat perang usai. Dan ketika menengadah, ketika diucapkannya kata-kata tadi, dilihatnya mata besar Ototachibana terpana memandangnya tak bisa berakata apa-apa karena begitu sedihnya. Lalu pangeran menyadari kalau dia telah berbuat salah, tetapi dikeraskan tekadnya untuk tetap melanjutkan mengendarai kudanya, membawa sedikit saja kepedihan yang dilimpahkannya pada istrinya itu.

Ketika mereka mencapai tepi pantai di Idzu, pasukannya mencari perahu untuk dipakai menyeberangi selat menju Kadzusa, tetapi tak mudah mendapatka perahu dalam jumlah yang cukup banyak untuk membawa naik semua tentaranya. Sang pangeran lalu berdiri di pantai, sambil membanggakan kekuatannya dia berkata mengejek:

"Ini sih bukan laut! Ini hanya kali biasa! Mengapa kalian ribut-ribut mencari perahu banyak-banyak? Aku bisa melompatinya saja kalau aku mau."

Ketika akhirnya mereka semua sudah berlabuh dan dalam perjalanan menyeberangi selat itu, langit mendadak tertutup awan dan datang badai yang besar sekali. Ombak laut menjulang tinggi sampai setinggi gunung, suara angin menggerung-gerung, kilat menyambar, dan petir bergulung-gulung. kapal yang membawa putri Ototachibana serta pangeran Yamato dan rombongannya terhempas gelombang yang menggulung-gulung itu, seolah-olah mereka tengah di ujung kehidupannya, dan bahwa mereka akan ditelan air laut yang tengah murka itu. Karena Kin Jin, sang Raja Naga Laut, mendengar ejekan Yamato Take, dan memutuskan mengirim badainya yang dasyat itu karena murkanya, untuk menunjukkan pada pangeran yang angkuh itu betapa lautan bisa menjadi sangat garang walaupun tampaknya hanya seperti sungai kecil saja.


Anak buah kapal yang ketakutan lalu menurunkan layar sambil memandang di balik kemudi dan bekerja mati-matian untuk keselamatan hidup mereka, namun semua tampaknya sia-sia belaka, badai itu tampaknya malah hanya semakin menggila keganasannya, dan mereka semua kini menyerah pada nasib. kemudian putri Ototachibana yang setia itu berdiri, dan melupakan semua kedukaan yang dilimpahkan san suami padanya, melupakan bahkan sang pangeran bahkan telah lupa kalau dia sudah menyakiti hatinya. Tetapi karena rasa cintanya yang besar itu untuk bisa menyelamatkan nyawa suaminya, putri Ototachibana berniat untuk mengorbankan dirinya demi menyelamatkan nyawa suaminya dari kematian jika pun mungkin.

Saat ombak meremukkan kapal dan angin menderu-deru di sekeliling mereka dengan murkanya, sang putri bangkit berdiri dan berkata:

Semua ini terjadi pasti karena sang pangeran telah membuat  murka Rin Jin, sang Dewa Laut,karena olok-olok pangeran. Jika memang benar demikian, aku, Ototachibana, akan membuat sirna kemurkaan sang Dewa Laut yang tak menginginkan yang lain selain nyawa suamiku!"

Kemudian pada laut dia berkata:

"Aku akan menggantikan tempat Paduka Yang Mulia, Yamato Take. Kini aku akan melemparkan diriku ke lautan dalam yang tek berujung ini, memberikan nyawaku padamu sebagai ganti nyawa pangeran. Dengarkanlah aku dan bawalah suamiku selamat sampai ke pantai Kadzusa."

Setelah selesai berkata demikian, sang putri lalu cepat-cepat loncat ke laut yang tengah bergejolak, dan gelombang langsung menggulungnya menjauh dari kapal, dan sang putri pun hilang dari pandangan. Anehnya, badai itu berhenti seketika itu juga, dan laut kembali menjadi tenang dan teduh layaknya seperti tikar yang tengah diduduki orang-orang yang semuanya takjub. Dewa-dewa laut kini sudah tenang, dan cuaca menjadi cerah dan matahari berinar seperti layaknya hari di musim panas.

Yamato Take tak lama kemudian sampai di pantai seberang dan mendarat denga selamat, seperti yang di doakan istrinya, putri Ototachibana. Kelihaiannya dalam seni berperang sangatlah hebat, membuatnya berhasil setelah beberapa waktu menaklukkan kaum Barbar dari timur, orang-orang Ainu.

Pangeran Yamato percaya dia bisa selamat mendarat semuanya ini berkat ketulusan istrinya, yang telah bersedia dengan begitu tulus dan penuh cinta mengorbankan dirinya sendiri di saat-saat paling mencekam dalam hidupnya. Hatinya terharu saat diingatnya sosok sang istrinya itu, dan tak sedikitpun kemudian dia rela lewatkan tanpa mengenagnya. Sudah terlambat baginya untuk menghargai kebaikan hati sang istri dan dan besarnya cinta sang istri padanya.

Saat pangeran Yamato tengah dalam perjalanan pulang kembali ke rumahnya ketika dia sampai di sebuah lembah tinggi Usui Toge, dan di sana itu sang pangeran berdiri memandangi pemandangan indah yang terbentang di bawahnya. Negerinya, dari tempat setinggi itu,tampak terbentang di hadapannya, sebuah pemandangan dengan gunung-gunung dan padang serta hutan-hutan yang luas, dengan sungai-sungai yang berkelok-kelok seperti pita keperakan melintasi negeri. Dan di kejauhan dilihatnya laut di ujung sana, yang berkedip-kedip kilau pantulan sinarnya bagaikan hamparan kabut bercahaya nun jauh di sana, di mana di sanalah Ototachibana telah memberikan  nyawanya sebagai pengganti nyawanya. Dan ketika dia berbalik memandangi laut itu, direntangkan kedua tangannya lebar-lebar, dan ketika dibayangkan cinta isrinya itu yang telah dia cemooh dan betapa tak setianya dia selama ini pada san istri, hatinya saat itu meledak disesaki perasaan pilu dan tangisan memelas:

"Oh... Azuma... Azuma (istriku)!" Dan sekarang ini, ada suatu distrik di Tokyo yang diberi nama Azuma , untuk mengenang kata-kata pangeran Yamato Take, dan tempat di mana istrinya yang setia itu menceburkan diri ke laut untuk menyelamatkannya masih diingat orang. Jadi, meskipun semasa hidupnya putri Ototachibana tidak bahagia, sejarah masih segar menyimpan kenangan atas dirinya, serta kisah tentang kemurahan hatinya dan kematiannya yang gagah berani itu tak pernah lekang dari ingatan.

Yamato Take telah merampungkan semua titah ayahandanya, dia telah berhasil menaklukan semua pemberontak, dan membersihkan negerinya dari para penjahat dan semua musuh-musuh yang mengancam ketentraman, dan ketenarannya semakin membahana sampai kemana-mana, karena di segala penjuru negeri tak ada orang yang berani menantangnya. Dia begitu kuat dalam peperangan dan juga bijaksana dalam bertindak.

Sang pangeran tengah berniat langsung kembali ke rumahnya menyusuri jalan yang dilewatinya sebelum ini, ketika terlintas dalam benaknya bahwa mungkin perjalanannya akan menjadi lebih menarik kalau dia mengambil rute yang berbeda. Maka sang pangeran pun lalu melewati provinsi Owari dan sampai ke provinsi Omi.

Ketika sang pangeran sampai di Omi, dilihatnya orang-orang dalam keadaan sangat ketakutan dan cemas. Di depan rumah-rumah yan dilewatinya, dilihatnya tanda-tanda orang yang sedang berduka dan mendengar ratapan tangisan. Ketika ditanya apa yang terjadi penyebab semua itu, diberitahukan padanya kalau ada makhluk monster mengerikan yang telah muncul dari pegunungan, yang setiap hari turun dari tempat persembunyiannya dan menyerang desa-desa, melahap siapapun yang bisa ditangkapnya. Banyak rumah yang kini tak berpenghuni dan orang-oarang takut ke luar rumah untuk bekerja diladang, dan para wanitanya pun takut ke sungai untuk mencuci beras.

Ketika Yamato mendengar hal itu, murkanya tersulut, lalu dia berkata dengan geramnya:


"Dari ujung barat Kyushu ampai ujung timurYezo, kam telah berhasil mengalahkan musuh-musuh raja, tak ada lagi orang yang berani melawan hukum atau memberontak melawan raja. Ini sungguh mengherankan, kalau di sini di tempat ini, yang begitu dekat letaknya dengan ibu kota, ada sosok monster yang beranikeluar dari sarangnya dan meneror rakyat raja, menikmati saat-saat membinasakan orang-orang tak berdosa. Kami akan berangkat sekarang dan membunuhnya segera."

setelah berkata demikian sang pangeran pun berangkat menuju gunung Ibuki, ke tempat dimana kata orang monster itu tinggal. Dia lalu mendaki gunung itu sampai jauh, ketika tiba-tiba di jalan yang berkelok-kelok, seekor monster ular muncul di depannya dan menghalangi jalannya.

"Ini pasti monster yang diceritakan orang-orang itu," kata sang pangeran, "aku tak membutuhkan pedangku untuk menghadapi seekor ular. Aku bisa membunuhnya dengan tangan kosong."

Dia kemudian menyerbu maju menyerang  ular itu dan berupaya mencekiknya sampai mati dengan tangan kosong. Tak lama waktu yang dibutuhkan tenaganya yang luar biasa kuatnya itu untuk mengalahkan lawannya, dan si ular pun sudah mati tergeletak di kakinya. Mendadak gelap dan menyelimuti gunung itu dan hujan mulai turun, sehingga di tengah-tengah hujan dan halimun sang pangeran hampir-hampir tak bisa melihat arah perginya. Namun dalam sekejap, waktu pangeran tengah meraba-raba jalan menuruni lembah itu, cuaca berubah menjadi cerah, dan pahlawan kita yang gagah berani itu cepat-cepat berjalan menuruni gunung.

Waktu pangeran sudah kembali pulang, dia muali jatuh sakita dan merasakan rasa sakit yang membara di kakinya. Saat itu pangeran menyadari kalau monster ular pasti telah menularkan racunnya. Begitu parah sakitnya itu ampai-sampai pangeran nyaris tak bisa bergerak, apalagi berjalan, dan oleh karenanya harus ditandu ke sebuah tempat di suatu pegunungan yang terkenal karena sumber air mineralnya yang panas, yang menyembur bergelembung dari dalam tanah, dan panas mendidih dari lahar vulkanik di dalam bumi.

Yamato take berendam setiap hari di air itu, dan perlahan-lahan dirasakan kalau kekuatannya mulai pulih kembali dan sakitnya pun mulai menghilang, sampai akhirnya di suatu hari dirasakannya dengnan penuh kegembiraan dirinya sudah membaik. Dia pun bergegas menuju kuil Ise, di mana di tempat itu kita ingat sang pangeran pernah berdoa sebelum melakukan perjalanan panjangnya. Bibi sang pangeran, pendeta di tempat suci itu, yang memberi berkatnya saat sang pangeran berangkat melakukan ekspedisinya, keluar menyambutnya pulang. Diceritakan pada bibinya itu semua mara bahaya yang ditemuinya dan bagaimana secara menakjubkan dia masih bisa selamat dari semuanya itu, lalu bibinya memuji keberanian dan kelihaiannya sebagai ksatria, kemudian memakai jubahnya yang paling indah, dihaturkannya rasa terima kasih kepada leluhur mereka, sang Dewi Matahari,Amaterasu, kepada siapa mereka berdua berhutang budi atas perlindungan yang diberikan pada sang pangeran.

Berakhirlah dongeng tentang pangeran Yamato Take dari Jepang.







Diambil dari buku Dongeng Klasik Jepang, karya Yei Theodora Ozaki







Wednesday, February 8, 2017

DONGENG JEPANG: Pak Tua Yang Hilang Benjolan Di Pipinya



Dahulu kala, tinggalah seorang pak tua yang baik hati yang memiliki benjolan seperti bola tenis yang tumbuh menonjol di pipi kanannya. Benjolan itu membuatnya jadi seperti orang cacat, dan yang begitu membuatnya tak nyaman sehingga selama bertahun-tahun pak tua banyak menghabiskan waktu dan uangnya untuk mencoba menyingkirkannya . Dia pun sudah bertanya pada banyak tabib dari segala penjuru, dan memakai semua jenisobat-obatan baik itu obat oles ataupun obat yang harus diminum. Tetapi semua upayanya itu tak ada yang behasil. Benjolan itu kian membesar sampai ukurannya hampir sebesar wajahnya, dan dengan putus asa akhirnya dia menyerah berharap bisa menghilangkannya.

Di suatu hari, kayu untuk perapian di dapurnya habis, jadi karena istrinya memintanya saat itu juga, maka pak tua mengambil kapaknya, lalu berangkat mencari kayu di perbukitan yang tak jauh dari rumahnya. Hari itu haru yang cerah di awal musim gugur, dan pak tua menikmati udara yang segar di saat itu dan tak sedang terburu-buru pulang ke rumah. Maka sepanjang sore itu berlalu dengan cepatnya sementara dia memotong-motong kayu, dan dia sudah mengumpulkan tumpukan kayu yang cukup untuk dibawa pulang ke istrinya. Saat hari mulai menjelang gelap, diapun berbalik menuju rumahnya.

Pak tua belum pergi terlalu jauh menuruni lembah di pegunungan itu ketika langit menjadi berawan dan hujan mulai turun deras. Dilihatnya berkeliling mencari tempat berlindung, tetapi disana bahkan tak ada satupun podok pembakar batu bara yang kelihatan. Akhirnya diperlihatkannya ada sebuah lubang besar dalam cekukan sebuah batang poho. Lubang itu berada dekat dengan tanah, maka dia merangkak masuk dengan mudahnya, lalu duduk dan berharap kalau itu hanya huja gerimis di gunung, dan berharap cuacanya segera cerah kembali.

Tetapi yang membuat pak tua kecewa, bukannya berubah cerah, tetapi hujan malah turun semakin deras, dan akhirnya badai guntur menerjang pegunungan itu. Petir saling menyambardengan suara gerungannya yang mengerikan, dan langit terlihat berkobar-kobar seolah-olah terbakar petir, dan paktua hampir-hampir tak percaya dirinya masih hidup saat itu. Dibayangkannya dia pasti sudah mati ketakuan. Namun akhirnya, langit pun cerah kembali dan seluruh daratan itu berkilau karena pendaran cahaya matahari yang muncul kembali. Semangat pak tua menyala lagi saat dilihatnya senjakala yang indah, dan dia baru saja melangkahkan kaki ke luar dari tempat berlindungnya yang aneh itu di dalam sebuah pohon yang bergua keika didengarnya suara seperti langkah-langkah kaki orang. Dia langsung menduga kalau teman-temannya pasti tengah mencarinya, dan dia merasa gembira membayangkan akan berjalan pulang bersama beberapa teman perjalanan yang riang. Tetapi saat melihat keluar dari dalam pohon, yang membuatnya tercengang saat melihatnya, itu bukanlah teman-temannya, tetapi ratusan jin yang kini mendatangi tempat itu. Semakin dipandangnya, semakin besar pula rasa keheranannya. Beberapa dari jin-jin itu ukurannya sebesar raksasa, yang lainnya memiliki mata yang luar biasa besarnya yang ukurannya sangat tidak berimbang dengan porsi ukuran tubuh mereka, jin yang lainnya lagi memiliki hidung yang panjangnya tak normal, dan beberapa lainnya memiliki mulut besar-besar yang saking lebarnya itu seperti mulut yang membuka dari telinga sampai ke telinga satunya lagi. Semuanya punya tanduk yang tumbuh di keningnya. Pak tua begitu tercengan pada apa yang dilihatnya sampai-sampai dia kehilangan keseimbangan lalu terjatuh ke luar dari lubang pohon. Untung baginya jin-jin itu tidak melihat dirinya, karena pohon itu letaknya di belakang. Lalu dia bangkit, dan merangkak masuk kembali ke dalam pohon.

Sementara dia duduk di dalam sana, dan bertanya-tanya dengan tak sabar menunggu saat dia bisa pulang, didengarnya suara alunan musik yang riang, kemudian beberapa jin itu mulai ada yang menyanyi.

"Apa yang sedang dilakukan jin-jin itu?" tanya pak tua pada dirinya sendiri. "Aku akan mencari tahu, kedengarannya sangat menghibur."

Saat mengintip, pak tua melihat kalau pemimpin jin-jin itu kini tengah duduk dengan punggungnya menyandar pada pohon tempat dimana dia berlindung, dan jin-jin lainnya semuanya duduk berkeliling, beberapa dari mereka ada yang minum-minum dan yang lainnya menari. Makanan dan minuman anggur digelar dihadapan mereka di tanah,dan jin-jin itu tampaknya benar-benar sedang berpesta dan tengah bersenang-senang.

Itu membuat pak tua tertawa melihat tingkah laku mereka yang aneh.

"Betapa menyenangkannya!" pak tua itu tertawa sendiri, "Aku memang sudah tua, tetapi aku belum pernah melihat yang aneh seperti ini seumur hidupku."

Pak tua kelihatannya begitu tertarik dan senang memandangi semua yang dilakukan jin-jin itu, sampai-sampai dia lupa lalu melangkah ke luar dari pohon dan berdiri terus memandangi mereka.

Kepala gerombolan jin itu tengah hendak meminum secangkir penuh sake dan menonton salah satu jin yang sedang menari. Tak lama kemudian dia berkata menunjukkan kebosanan:

"Tarianmu agak membosankan. Aku jenuh melihatnya. Apa ada di antara kalian yang bisa menari lebih baik dari dia ini?"

Nah... pak tua rupanya senang menari selama ini, dan cukup mahir di bidang tarian ini, dan dia yakin kalau dia bisa menari lebih baik dari para jin itu.

"Apakah sebaiknya aku keluar dan menari di hadapan jin-jin ini dan membuat mereka meihat apa yag bisa dilakukan seorang manusia? Tetap ini mungkin saja berbahaya, karena kalau aku tak bisa membuat mereka senang, mereka bisa membunuhku," kata pak tua pada dirinya sendiri.

Namun rasa takutnya tak lama kemudian terkalahkan oleh rasa kesukaannyayang begitu besar pada tarian. Beberapa saat kemudian, dia sudah tak bisa menahan diri lagi, lalu keluar berdiri di hadapan gerombolan jin dan dia pun langsung mulai menari. Pak tua menyadari kalau nyawanya bergantung apakah dia bisa menyenangkan hati makhluk-makhluk yang aneh ini atau tidak, lalu mengerahkan segala kemampuan dan akalnya sebaik-baiknya.

JIn-jin itu pertama-tamanya terheran-heran melihat manusia yang begitu tak mengenal takut ikut bergabung dalam pesta mereka, tetapi kemudian rasa heran mereka itu tak lama kemudian berubah menjadi kekaguman.

"Aneh sekali!" seru pemimpin bertanduk itu. "Aku belum pernah melihat penari sehebat ini sebelumnya! Dia menari dengan indahnya!"

Ketika pak tua selesai dengan tariannya, jin berbadan besar itu lalu kemudian berkata:

"Terima kasih atas tarianmu yang indah itu. Nah sekarang kau kami ajak minum sake bersama kami," dan setelah berkata demikian, diberikannya sebuah cangkir sakenya yang paling besar.

Pak tua lalu mengucapkan terima kasih dengan hormatnya:

"Hamba tak mengharap kebaikan yang begitu besar dari tuanku. Hamba khawatir hamba hanyalah mengganggu pesta tuan dengan tampilan tarian hamba yang tak seberapa indahnya ini."

"Oh...tidak...tidak<" jawab jin yang berbadan besra itu. "Kau harus sering-sering datang dan menari untuk kami."

Pak tua itu mengucapkan terima kasih dan berjanji akan melakukannya.

"Jadi, maukah kau datang lagi besok, pak tua?" tanya si jin.

"Tentu saja hamba bersedia datang," jawab pak tua.

"Tapi kau harus memberikan jaminan atas janji kau pada kami." kata si jin lagi.

"Apapun yang tuan kehendaki." ujar pak tua.

"Apa yang bisa kita ambil sebagai jaminan?" tanya si jin, memandang sekeliling.

Kemudian salah satu dari pelayan-pelayan jin berlutut di belakang pemimpinnya:

"Tanda yang dia tinggalkan untuk kita haruslah sesuatu yang paling penting yang dimilikinya. Hamba lihat pak tua mempunyai benjolan di pipi kanannya. Kaum manusia menganggap benjolan seperti itu pembawa keberuntungan. Tuanku bisa mengambil benjolan itu dari pipi kanan pak tua ini, dan dia pasti akan kembali esok hari untuk memintanya kembali."

"Kau cedas sekali," kata kepala jin, menganggukkan tanduknya tanda setuju. Kemudian dia merentangkan lengannya yang berbulu serta tangannya yang mirip cakar itu, lalu mengambil benjolan besar itu dari pipi kanan pak tua. Anehnya, benjolan itu lepas begitu mudahnya layaknya menarik buah plum matang dari pohonnya saat dipegang si jin, kemudian gerombolan jin periang itu mendadak lenyap.

Pak tua terbengong-bengong menyaksikan semua yang terjadi barusan. Selama beberapa saat dia hampir-hampir tak menyadari dimana dia kini berada. Ketika disadarinya apa yang telah terjadi padanya, dia begitu gembira kalau benjolan yang ada di wajahnya, yang telah selama beberapa tahun membuatnya menjadi cacat, telah betul-betul diambil tanpa merasakan sakit apapun. Diraba dengan tangannya untuk memeriksa apakah ada sisa luka codet yang tertinggal, tetapi disadarinya kalau pipi kanannya kini sama mulusnya dengan pipinya yang kiri.

Matahari telah lama terbenam, dan bulan baru telah muncul seperti sabit keperakan di angkasa. Pak tua mendadak menyadari betapa sudah malamnya saat itu dan bergegas pulang. Ditepuk-tepuk pipi kanannya berulang-ulang, seertinya mau meyakinkan dirinya kalau dia memang beruntung telah hilang benjolannya itu kini. Dia begitu gembiranya sampai-sampai dia ak bisa berjalan tenang-tenang. Dia berlari dan menari-nari di sepanjang jalan menuju rumahnya.

Dilihatnya istrinya sangat khawatir, bertanya-tanya apa yang telah menimpa suaminya sampai pulang begitu terlambat. Dia pun segera menceritakan pada istrinya semua yang dialaminya waktu dia pulang tadi sore. Istrinya juga merasa senang seperti sang suami saat diperlihatkan pada istrinya itu kalau benjolan jelek di wajahnya kini telah lenyap, karena di masa mudanya isrinya itu selalu membanggakan wajahnya yang tampan, dan baginya tentu sangat menyedihkan melihat benjolan itu tumbuh kian besar setiap harinya.

Di samping ruamah pasangan suami istri yang baik hati itu tinggalah seorang pak tua yang jahat dan pencemburu. Dia pun selama beberapa tahun terganggu dengan tumbuhnya benjolan di pipi kirinya, dan diapun juga telah berusaha melakukan segala upaya untuk menghilangkannya, tetapi sia-sia belaka.

Dia langsung mendengar, lewat pelayannya, mengenai keberuntugan yang dialami tetangganya yang kini sudah tak lai memiliki benjolan di wajahnya, maka dipanggilnya tetangganya itu mala itu juga dan dimintanya temannya ituuntuk menceritakan padanya semua yang berkaitan dengan lenyapnya benjolan itu. Pak tua yang baik hati itu menceritakan pada tetangganya yang berhati culas itu semua yang terjadi padanya. Digambarkannya tempat dimana ditemukanya pohon berlubang di mana di dalamnya dia bersembunyi, lalu menganjurkan pada tetangganya itu untuk berada di tempat itu di penghujung siang menjelang matahari terbenam.

Si tetangga kemudian berangkat langsung di esok siangnya, dan setelah mencari-cari sampai beberapa lama, akhirnya menemukan pohon berlubang tepat seperti yang digambarkan oleh temannya. Di sinilah kemudian dia menyembunyikan diri dan menunggu datangnya sinar bintang.

Tepat seperti apa yang diceritakan padanya, gerombolan jn datang di saat-saat itu dan mengadakan pesta dengan tarian dan nyanyian. Ketika acara itu berlangsung beberapa saat lamanya, kepala gerombolan jin itu memandang berkeliling dan berkata:

"Ini saatnyapak tua itu datang ke sini seperti yang dijanjikannyapada kita. Mengapa dia belum muncul-muncul juga?"

Ketika pak tua yang kedua itu mendengar pembicaraan itu, dia lari keluar dari tempat persembunyiannyadi pohon, lalu berlutut di hadapan sang Oni, sambil berkata:

"Hamba menunggu cukup lama sampai tuanku memberi titah!"

"Oh...kau pak tua yang kemarin itu," ujar si pemimpin jin. "Terima kasih atas kedatanganmu, kau harus segera menari untuk kami."

Pak tua itu bangkit berdiri dan membuka kipasnya dan mulai menari. Tetapi dia tak pernah belajar menari, dan tak tahu apa-apa soal gerak-gerik dan posisi tubuh yang berubah-ubah dalam tarian. Dipikirnya tak ada yang bisa menyenangkan para jin ini, maka dia pun lalu melompat lompat ke kiri dan ke kanan melambai-lambaikan tangannya lalu lalu menjejakkan kakinya berulang-ulang, meniru gaya tarian sebisa mungkin dari tarian apapun yang pernah dilihatnya.

Sang Oni merasa sangat kecewa melihat peragaan itu, lalu berkata pada yang lainnya:

"Jelek sekali dia menarinya hari ini."

Kemudian kepada pak tua itu si pemimpin jin berkata

"Penampilanmu hari ini agak berbeda dengan tarianmu kemarin. Kami tak mau melihat lagi tarianmu yang seperti itu. Kami akan kembalikan jaminan yang sudah kau berikan kepada kami. Kau harus pergi sekarang juga."

setelah berkata demikian, dikeluarkan dari lipatan gaunnya benjolan yang telah diambilnya dari wajah pak tua yang menari dengan begitu indahnya di hari sebelumnya, lalu melemparkannya ke pipi kanan si pak tua itu yang berdiri di hadapannya. Benjolan itu langsung menempel erat di pipinya seolah-olah benjolan itu memang sudah tumbuh disana sebelumnya, dan semua upaya untuk melepaskannya sia-sia belaka. Pak tua yang licik itu, bukannya kehilangan enjolan di pipi kirinya seperti yang diharapkannya, menyadari dengan sedihnya kalau kini dia malah menambah satu lagi benjolan di pipi kanannya dalam upayanya menghilangkan benjolan yang sudah terlebih dulu ada.

Diletakkan tangannya satu dan satunya lagi masing-masing di wajahnya untuk memastikan kalau-kalau dia tak tengah bermimpi buruk. Tetapi tidak, bsa dirasakannya kini ada benjolan besar di sisi kanan wajahnya seperti yang ada di pipi kirinya. Para jin itu semuanya kini telah menghilang, dan tak ada lagi baginya yang bisa dilakukannya kini kecuali kembali pulang ke rumah. Dia terlihat sangat menyedihkan, karena wajahnya dengan dua benjolan, masing-masing satu di pipinya, membuatnya persis seperti labu jepang.





Diambil dari buku Dongeng Klasik Jepang yang ditulis oleh Yei Theodora Ozaki