Di Negeri Sakura, shamisen kerap digunakan sebagai san-gen
terutama saat digunakan untuk mendukung musik di era yang lebih modern.
Khusus di Okinawa, pulau paling selatan Jepang, bentuk
instrument ini sedikit berbeda dan dikenal sebagai shasin. Baik shamisen maupun
shasin umunya tak terlalu diminati anak muda Jepang karena dianggap kurang
keren dan kurang modern.
Menurut promusica.or.jp,
shamisen digolongkan dalam ‘keluarga lute’, karena memiliki leher panjang, tiga
dawai (senar) dan tingkat ketebalan dawai yang berbeda. Dawai paling tipis akan
menghasilkan bunyi paling tinggi. Sebaliknya, dawai paling tebal akan
menghsilkan bunyi paling rendah.
Shamisen mempunyai bentuk yang menyerupai gitar, hanya saja
badan shamisen berbentuk segi empat, bukan bulat seper gitar. Bagian badan
dalamnya disebut do. Shamisen terbuat dari kayu, yang bagian depan dan belakang
badannya dilapisi kulit hewan. Biasanya yang sering dipakai adalah kulit
anjing.
bagian-bagian shamisen |
Di Jepang ada beragam jenis shamisen. Setiap shamisen memiliki
ukuran leher dan tubuh yang berbeda. Ada shamisen yang memiliki leher tipis
(hosozao shamisen) disebut juga nagauta shamisen. Ada shamisen yang berleher
tebal (futozao shamisen) disebut juga Tsugaru shamisen karena kerap dimainkan
di wilayah Tsugaru. Bentuk leher beragam ini juga membedakan nada yang
dihasilkan. Sementara yang berleher sedang
(chuzao shamisen) kadang dirujuk sebagai jiuta shamisen.
hosozao shamisen |
futozao shamisen |
chuzao shamisen |
Perkembangannya
alat musik koto |
Dilihat dari sejarahnya, alat musik yang kerap disamakan
dengan koto –instrumen petik khas Jepang yang lain- ini sejak dulu dikenal
sebagai alat musik yang merakyat. Berbeda dengan koto yang awalnya hanya boleh
dimainkan di kalangan istana.
Shamisen diperkenalkan sekitar tahun 1652 di Pelabuhan
Sakai, dekat Osaka. Sebelumya dikenal sebagai sanxian di Tiongkok. Alat musik
ini sampai ke kerajaan Rukyu melalui hubungan perdagangan dengan kerajaan
Fuzhou.
geisha memainkan shamisen |
Shamisen tertua yang hingga kini masih ada merupakan hasil
perajin Kyoto yang dinakaman yudo. Shamisen ini dibuat khusus atas perintah
Hideyomi Toyotomi (pemimpin Jepang di zaman Sengoku) untuk dihadiahkan kepada
sang istri. Bentuk yodo tidak jauh berbeda dengan shamisen yang ada sekarang
ini. Perkembangan shamisen di negeri dengan banyak prefektur ini juga tak lepas
dari salah satu pemusik tunanetra bernama Ishimura Kengyo. Ia berjasa membantu
mengembangkan teknik permainan shamisen hingga digemari rakyat banyak. Di awal
zaman Edo (1603-1867), Ishimura memelopori genre music dengan jiuta shamisen.
Shamisen juga turut diperkenalkan oleh para geisha di zamannya. Mereka wajib
memainkan alat musik ini untuk menghibur tamu. Hingga kini shamisen kerap
dipertontonkan dalam berbagai festival budaya, konser musik, pentas tari dan
teater serta pertunjukan tradisional lain di Jepang.
Sumber:
Tabloid Halo Jepang! Edisi Agustus 2017
1 comments:
keren banget informasinya menarik
stamp alfamart royal vkb
Post a Comment