Ningyo Joruri adalah drama boneka yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan bunraku. Ningyo joruri berasal dari kata ningyo (boneka) dan joruri (teks drama). Pada awalnya ningyo joruri adalah cerita untuk didengar dan tidak disertai boneka. Barulah setelah dilengkapi boneka, jenis drama ini menjadi sandiwara boneka yang disebut ningyo joruri.
Kelahiran joruri tidak diketahui secara pasti. Diperkirakan pada zaman pertengahan zaman Muromachi akhir pada abad ke-15. Adapun kata joruri berasal dari cerita Joruri Hime Junidan Soshi. Joruri Hime Junidan Soshi adalah kisah percintaan antara Uwashikamuri dengan gadis yang memunyai penginapan Mikawano Kuni Yahagi yang bernama Joruri Hime. Joruri dibawakan dengan cara brcerita dan diiringi musik biwa. Akan tetapi setelah masuknya musik shamisen, musik pengiring joruri berubah menjadi musik shamisen. Pada akhir abad ke-16 atas usaha Menukya Saburo dan Hikita Awajinojo ( penggerak boneka), kisah joruri dilengkapi dengan boneka. Dengan disertainya boneka dalan joruri maka terbentuklah sebuah sandiwara boneka yang disebut ningyo joruri. Pengarang ningyo joruri yang sangat terkenal adalah Chikamatsu Monzaemon.
Ningyo joruri yang lahir di Kyoto berkembang terus sampai ke Edo. Dengan berkembangnya sandiwara boneka ini, lahirlah bermacam-macam aliran melodi yang disebut bushi, misalnya kimpira bushi dan harima bushi. Pada tahun 1666 atas kerjasama yang baik dari pengarang, ningyo joruri menghasilkan bushi yang baik yang disebut gidayu bushi.
Sebagai sistem, kelengkapan ningyo joruri terdiri dari panggung, boneka, lakon, musik, dan dalang.
A. Panggung.
Panggung merupakan tempat pertunjukan boneka, tempat pemain shamisen dan dalang. Luas panggung ningyo joruri kurang lebih 90 meter persegi, dengan panjang panggung 6 ken (kurang lebih 10 meter) dan lebarnya 5 ken (kurang lebih 9 meter). Tempat pertunjukan boneka terdiri dari ruang tengah dan 3 buah tesuri (langkan). Tesuri berguna untuk memperlihatkan boneka ketika ditampilkan. Boneka seolah-olah terlihat berada di atas tanah, tikar, tempat tidur, atau di dalam ruangan tertentu.
B. Boneka
Boneka yang digunakan dalam ningyo joruri memiliki berbagai macam kepala (kashira). Kepala boneka laki-laki dan perempuan dalam berbagai bentuk dan ekspresi wajah digunakan untuk menampilkan beraneka ragam karakter, pekerjaan, status sosial, dan umur.
Kepala boneka tertentu hanya bisa digunakan untuk peran tertentu. Sebagian kepala boneka bisa digunakan untuk berbagai peran dengan memakaikan rambut palsu (wig), atau merias wajah boneka dengan cat. Sebelum bisa dipakai dalam pementasan, wajah boneka dirias dulu dengan cat.
Rambut palsu untuk kepala boneka dibuat secara khusus dan merupakan seni kerajinan tersendiri. Sebagian besar karakter mengandalkan rambut palsu untuk memperlihatkan sifat karakter dan status sosial. Rambut palsu dibuat dari rambut manusia dicampur bulu ekor yak agar terlihat mengembang. Bagian akar rambut palsu disatukan pada lembaran tembaga yang tidak dilekatkan secara permanen pada kepala boneka. Campuran air dan lilin lebah digunakan sebagai perekat agar rambut palsu tidak merusak permukaan kepala boneka.
Jenis kepala boneka
Kepala boneka (kashira) laki-laki
• Bunshichi: kepala boneka dengan ekspresi maskulin laki-laki tampan tapi sudah lama menderita, digunakan untuk tokoh utama cerita tragedi
• Kenbishi: kepala boneka dengan garis mulut yang tegas menandakan kemauan keras, digunakan untuk samurai, orang kota, dan sebagainya
• Ōdanshichi: kepala boneka dengan ekspresi lelaki pemberani
• Darasuke: kepala boneka dengan ekspresi mengejek untuk peran orang jahat
• Yokanpei: kepala boneka dengan wajah buruk untuk peran orang jahat yang komikal
• Matahei: kepala boneka dengan ekspresi rakyat biasa, orang kecil, atau penduduk kota yang jujur
• Kiichi: kepala boneka untuk peran samurai tua dengan hati yang penuh cinta
• Genda: kepala boneka untuk peran laki-laki tampan berumur 20 tahunan
• Wakaotoko: kepala boneka laki-laki remaja untuk kisah cinta
• Kōmei: kepala boneka untuk samurai berusia empat puluhan hingga lima puluhan, secara jelas terlihat berkepribadian halus dan bijaksana
• Kintoki: kepala boneka untuk samurai yang kuat dan berperasaan dalam cerita jidaimono.
Kepala boneka perempuan
• Musume: kepala boneka perempuan belum kawin berusia 14 atau 15 tahun dengan ekspresi murni tanpa dosa
• Fukeoyama: kepala boneka yang digunakan untuk berbagai peran wanita berusia dua puluh tahunan hingga empat puluh tahunan.
• Keisei: kepala boneka paling cantik untuk peran wanita penghibur kelas tinggi yang sensual
Mekanisme penggerak
Bahan untuk kepala boneka adalah kayu dari sejenis pohon Hinoki (Chamaecyparis obtusa). Kepala boneka berongga di bagian dalam yang merupakan hasil penggabungan bagian muka dan bagian belakang kepala. Kepala boneka dibuat dengan cara membelah kepala boneka menjadi dua bagian dan mengerok sisa kayu yang terdapat di bagian dalam.
Pada bagian wajah boneka, terdapat mekanisme untuk menggerakan alis, bulu mata, dan bibir ke atas dan ke bawah. Sedangkan di bagian mata terdapat mekanisme untuk menggerakkan bola mata ke kiri dan ke kanan. Tali untuk menggerakan alis dan mata melewati rongga di kepala boneka. Mekanisme penggerak juga terdapat pada masing-masing kaki dan lengan.
C. Lakon
Lakon ningyo joruri terdiri dari jidaimono dan sewamono.
1) Jidaimono.
Jidaimono adalah lakon ningyo joruri yang membawakan cerita-cerita dari zaman Heian sampai zaman Muromachi, zaman berperangnya bangsawan-bangsawan.
2) Sewamono.
Pada sewamono ceritanya lebih bersifat kontemporer dengan menonjolkan kisah kehidupan sehari-hari dai lingkungan masyarakat pedagang dalam zaman Edo.
D. Shamisen (Musik Bunraku)
Shamisen adalah sebuh alat musik yang melengkapi teater ningyo joruri dan mengiringi dalang dalam membawakan cerita. Alat musik ini berbentuk gitar yang memunyai alat petik berdawai tiga. Shamisen ini dipetik dengan alat yang namanya baci.
E. Tayu (Dalang)
Hidup atau tidaknya teater boneka bergantung pada dalang delam membawakan cerita. Dalang dalam bercerita harus dapat membedakan suara antara suara laki-laki dengan suara perempuan, orang muda dengan suara orang tua, orang baik dengan suara orang jahat, dan lain-lain. Juga harus dapat menggunakan berbagai macam aksen dan intonasi pada waktu mengekspresikan karakter atau perasaan hati dari tokoh yang ditampilkan.